Rabu, 19 Oktober 2016

PEMBOROS Karya Miftah Farid


PEMBOROS



MIFTAH FARID 


Siang itu, bersama sobat karibku Rifki, aku jalan-jalan sore  disekitar alun-alun. tiba-tiba aku melihat sebuah gulungan kertas berwarna kemerahan tergeletak di tengah jalan. Aku memperlihatkan gulungan  kertas itu kepada Rifki dan Rifki memungutnya dengan hati-hati karena banyak sekali kendaraan yang lalulalang. 

Ternyata uang Rp.100.000,-

“Mau diapakan uang ini?” tanyaku sambil menatap wajah Rifki menanti jawaban.

“Bagaimana kalau dimasukkan dalam celengan Masjid?” Rifki menyampakan sarannya
“Lebih baik kita belanjakan saja” usulku

“Tidak, lebih baik kita tabung” tegas Rifki

“Begini saja. Uang ini kita bagi dua. Aku akan membelikannysa sesuatu dan bagianmu kau tabung saja di Masjid.” Kataku menyimpulkan.

Ternyata Rifki setuju dan uang itu ditukar dan masing-masing mendapatkan Rp.50.000,-.

Aku pulang ke rumah dan ayah melihat uang itu ditanganku.

“Dari mana kau dapat uang ?” selidik ayah

“Dari jalanan, Pak?” jawabku sambil berlalu menuju kamar

“Kalau begitu tabung uang itu di tabunganmu” kata ayah

Sambil berlalu aku memasukkan uang itu ke dalam saku celanaku dan bukan dicelenganku. Sesaat berlalu aku meninggalkan kamar dan berlari keluar membeli kerupuk dan gulan-gula. Sambil bayar aku melihat the pucuk seharga Rp.3.000. aku membelinya juga.

Kemudian aku berpikir sisa uangku mau kuapakan lagi ya?.

Dari pada aku bingung mau diapakn uang ini lebih baik aku beli mie bakso yang kebetulan lewat.
“Mas! Beli!”

Tukang bakso itu menghentikan gerobaknya di pinggir jalan. 

“Satu mangkuk baksonya dan mangkuk dibungkus”

“Siap” jawab tukang bakso dengan sigap.

“Semuanya berapa, Mas? Tanyaku setelah semangkok bakso kuhabisi dalam sekejap. 

Karena aku memberinya sambAl cukup banyak hingga aku kepedasan. Untung aku telah membeli the pucuk

“Tiga mangkuk Rp.21.000,-“ jawab penjual bakso.

Kutengok saku celaanaku ternyata uangku sisa Rp.20.000. uang ini kurencanakan membawanya ke sekolah besok pagi.

Aku bangun seperti biasanya dan menunggu sepupuku  Herman yang sering kupanggir Man untuk berangkat bareng berboncengan. Herman orang pintar peringkat II di sekolah kelas VIII. Aku selalu menunggu Herman keluar dari rumahnya dan numpang ojek ke sekolah. Sambil menunggu herman, aku pamit pada ayahku sebelum ayah pergi duluan ke tempat kerjanya.

Sesampai di sekolah, ternyata aku lupa membawa pakaian olah raga. Pelajaran pertama hari ini adalah Penjaskes. Turun dari motor, aku segera berlari ke kantin membali roti dan white kopi. Lonceng tanda masuk pun berbunyi. Aku segera menghabiskan sisa roti dan meminum white kopi lalu berlari ke kelasku. Kelas IXa.

Aku merasa lega. Ternyata guru belum datang. Aku rehat sebentar sebelum guru datang dan memulai pelajaran.

Ketika lonceng istirahat berbunyi, aku kembali kekantin bersama teman sebangkuku Ahmad.

“Aku akan mentraktirmu” kataku pada Ahmad ketika sampai di pintu kantin

“Sungguh, John?” selidik Ahmad

“Ya betul. Pilih saja yang kau mau”

“Roti sama gula-gula relaxa”

Aku kembali kekelas mengikuti pelajaran. Usai olah raga jam segini bukannya apa yang disampaikan guru terserap masuk ke otak melainkan rasa ngantuk yang menyerang.

Tak sengaja  aku meraba sakuku. Sisa uang Rp.10.000. dalam sehari aku telah menghabiskan uang sebanyak Rp.40.000. tidak seperti biasanya. Andai uang ini kutabung tentu masih tersimpan di celenganku.

Aku menarik napas panjang menyesali sifat borosku.

Atau semestinya aku  menuruti kemauan Fikri. Menabungnya ke Masjid. Sertidaknya aku punya cadangan amal buat hari kemudian.

Kutarik napas panjang, kuusap wajahku mengusir rasa ngantukku sambil meniatkan dalam hati untuk berlaku kebih baik di hari esok.

                                                                                                                  Sinjai, 4 Oktober 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar