Rabu, 26 Oktober 2016

EPISODE DUKA oleh MUH. ILHAM SAPUTRA




EPISODE DUKA


Ilham Saputra

Siang itu, aku bermain di belakang rumah bersama Yayo, sepupuku. Aku bermain robot-robotan. Robot-robotan yang aku dapatkan pada waktu perayaan hari ulang tahun kabupaten.

.Matahari telah berlalu di atas kepala. Akan tetapi aku dan Yayo yang sedikit lebih tua  dariku masih setia menemaniku bermain. Kami pidah dari belakang rumah ke depan di taman bunga dekat ibuku yang lagi ngerumpi dengan tanteku.

Telepon berdering kencang. Aku berlomba untuk mengambil telepon berwarna hitam itu. Aku kalah cekatan dengan adikku Nunu. Setelah melihat alat komunikasi itu, ternyata telepon dari keluarga di Selayar..

Nunu memberikan telepon itu ke  Ibuku yang berbadan gemuk. Tak lama setelah itu, mata ibuku memerah dan berarair. Aku heran dan bertanya-tanya dalam hati.

Wanita bersuara latang itu menaruh telepon  di atas meja makan dan duduk bercerita kepada kami. Ternyata kabar duka.  Pamanku, saudara ibuku meninggal dunia.

Setelah berdiskusi panjang kapan berangkat ke Selayar, para orang rua bersepakat bahwa nenek dan kakek berangkat duluan.  Kakek dan nenek bergegas mengemasi pakaiannya sesekali menghapus air mata.

Sambil nenek  membereskan pakaian, tante Kasma menekan tombol hijau di ponselnya

“Ada dua penumpang.  Di Lappa.. sekarang! Ya.. ya”

Sekitar 30 menit menunggu, mobil pun datang. Kakek dan nenek segera naik ke mobil keluaran tahun 90an. Naiknya kakek dan nenek ke mobil Mitsubishi itu mengawali perjalanan mereka ke Pelabuhan Bira kabupaten Bulukumba. Lambaian tangan mengawali perpisahan kami

            Matahari sore mencapai batas langit, alunan ayat-ayat Al-quran telah dilantungkan dari Masjid seberang sungai. Ponsel tak boleh jauh dari kantong.

Aku tak tahu bagamana suasana di rumah duka itu..

“Kak Yayo, kira-kira nangis orang di sana?”

“Ya, iyalah!. Masa ketawa-ketawa” jawab Yayo.


Malam hari aku tak bisa tidur. Hati gelisah. Bolak-balik di tempat tidur, ibu menegurku

“Iyan, tidur, Nak!”

“Mataku tak bisa tidur, Mak”

“Tidurlah!”

“Iya Mak”

Aku bayangkan perjalanan ke Selayar besok. Mungkinkah menyenangkan atau sebaliknya.     
      
Akhirnya aku tidur juga. Subuh telah menemui kami. Ayam telah mengalunkan suara merdunya. Burung-burung ramai berkicau. Aku terbangun dengan wajah kusut.

Aku menuju kamar mandi akan tetapi Tante Kasma ada di dalamnya. Aku melihat ponsel di atas meja. Aku meraih ponsel itu dan mempermainkannya. Tak terasa tante Kasma telah selesai mandi. Aku menaruh ponsel itu di tempat semula kemudian bergegas ke kamar mandi.

            Semua persiapan telah selesai. Mobil yang akan kami tumpangi menuju ke pelabuhan Bira telah terparkir di depan rumah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar