LEMBARAN
MASA LALU
AGAM
MAULANA RIZKY
Namaku Tokal. Sewaktu aku
masih bersekolah di SD 23. Kelas VI, aku terpaksa ikut geng yang ada
disekolahku. Kelompok anak-anak iseng yang terbentuk begitu saja tanpa
pimpinan. Apa yang akan dikerjakan hari itu tergantung hasil perbincangan
teman-teman saja.
Setiap malam Minggu
kami serempak pergi ke Lapangan Nasional yang sering kami singkat Lapnas. Saat
itu Lapnas dikuasai oleh geng Lappa. Sebenarnya dulu kami berteman dengan geng
Lappa tetapi Lappa menghianati kami gara-gara persoalan sepele dan akhirnya
bermusuhan.
Aku kadang sedikit berpikir jenih. Kenapa aku
melakukan kegiatan seperti ini?. Tetapi kemudian aku berpendapat kalau aku
sudah terlanjur basah maka aku teruskan saja.
Malam Minggu itu aku
dan kawan-kawanku bersipa-siap untuk bertempur melawan geng Lappa di Lapnas. Teman
memberiku 3 biji pil berwarna putih dan langsung aku minum bersama teh gelas
yang kubeli. Dengan obat ini, lama kelamaan aku terasa lebih hebat.
Kami menyiapkan
senjata. Aku memakai ketapel dan sebuah helm pelindung kepala. Teman yang lain
ada yang membawa rantai gergaji, busur, gir motor dan ada juga yang membawa
duri landak.
Aku dan kawan-kawan
berombongan ke Lapnas. Ternyata kita sudah ditunggu geng Lappa. Aku dan
kawan-kawan langsung berlari kearah mereka. Aku segera memakai ketapelku dan
berhasil mengenai salah satu dari mereka. Kami bertempur dengan hebat. Aku
melihat salah seorang temanku dikeroyok oleh 3 orang. Dibantu Ocong temanku, aku
melemparkan batu kepada mereka dan
Ocong menancapkan duri landak ke paha salah satu dari mereka.
Tiba-tiba terdengar
raungan sirine mobil menghampiri kami. Ternyata mobil Patroli Polisi Pamong
Praja. Kami serempak lari berpencar dan bersembunyi sambil menunggu suasana
kondusif.
Setelah terasa aman, aku
berempat dengan kelelahan berjalan dipinggir jalan. Tiba-tiba seorang pengendara
motor memukul kami dari belakang menggunakan potongan balok kayu. Spontan kami
berlari masuk gang sempit hingga tak dapat terkejar oleh mereka.
Setelah terasa aman aku
kembali menemui teman di bascane. Distu aku melihat teman yang terluka dan
babak belur. 7 orang dari kami ditangkap Pol PP.
Jam menunjukkan pukul 12.00 malam. Aku diajak temanku
bermalam di rumahnya. Aku menerima ajakannya. Aku tidur di kamarnya dan dia
tidur di ruang tamu.
Pagi hari aku pamit
pulang. Di rumah aku langsung dimarahi oleh kedua orang tuaku tapi aku tidak
perduli sama sekali. Aku langsung masuk kamar dan lanjut tidur.
***
Orang tuaku terlanjur
mencapku nakal. Setamat SD orang tuaku mengantar aku ke Pesantren mengharap
agar aku lebih baik. Menjalani kehidupan di pondok, ternyata tidak membuatku lebih baik. Anak-anak yang
masuk ke pondok hampir seluruhnya berlatang belakang kehidupan sepertiku. Anak-anak
yang dicap nakal oleh orang tuanya dan hendak ditaubatkan. Kehidupan di pondok
seakan kehidupan yang kuat dan besar jadi raja dan yang lemah ditindas.
Semua orang mungkin
berpikir bahwa kehidupan di pondok adalah tempat bagi orang-orang alim. Tapi itu berbanding
terbalik. Mereka yang dimasukkan dalam pondok adalah anak-anak nakal, suka
mencuri, dan sifat buruk lainnya. Maka dari itu bukannya aku menjadi lebih baik
tetapi kenakalanku semakin menjadi-jadi karena mengikuti irama pondok yang
keras.
Setiap MInggu aku harus
membeli sandal minimal 3 kali. Sandalku selalu hilang entah kemana. Kemungkinan
besar diambil oleh santri yang lain. Bukan hanya sandal yang sering dicuri
tetapi uang, cemilan dan celana-celanaku yang bermerek juga habis dicuri dan aku
selalu minta dibelikan celana baru lagi.
Lama kelamaan aku
berpikir, jika aku terus hidup dipondok bukan hanya saja aku mengkuti sifat-sifat
anak pondok tetapi mala aku membuat
orang tua kesusahan membiayaiku.
Setelah aku berpikir
panjang lebar, aku memutuskan untuk keluar dari pondok. Aku memberitahukan oran
tuaku tetapi mereka tidak setuju. Malah mereka berjanji untuk membelikanku
motor jika kelak aku lulus SMP di pondok..
Saat aku naik kelas 2
SMP, disuatu shubuh disaat teman-teman bersiap-siap untuk menunaikan sholat
shubuh, aku dan Irul yang sepaham denganku bersipa-siap untuk kabur dari pondok.
Aku dan Irul berhasil
keluar dari pondok, aku segera mencari ojek untuk mengantarku ke rumah. Kebetulah
rumahku dan rumah Irul tak berjauhan sesampai di rumah Hartiku terasa lega.
Aku segera menghadap
orang tuaku dan mengatakan kalau aku keluar dari pondok. Aku tak mau bersekolah
lagi di sana. Jika aku terpaksa diantar ke pondok maka aku memilih untuk tidak
bersekolah lagi.
Orang tuaku terpaksa
menuruti kehendaku dan memindahkanku ke SMPN Negeri 4 Sinjai Timur.
Aku masuk masuk ke SMP
ini dengan hati was-was. Apakah aku akan merasakan kehidupan seperti kehidupanku
di pondok?. Ternyata tidak. Kujalani hari-hariku dengan rasa bebas merdeka aku terasa menemukan diriku kembali yang
tersembunyi dalam hatiku yang paling dalam. Terima kasih Tuhan telah mempertemukanku dengan sekolah dimana
aku menemukan kedamain bersama teman-teman baruku yang bersahaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar