Senin, 17 Oktober 2016

LEMBARAN MASA LALU


LEMBARAN MASA LALU
AGAM MAULANA RIZKY


       Namaku Tokal. Sewaktu aku masih bersekolah di SD 23. Kelas VI, aku terpaksa ikut geng yang ada disekolahku. Kelompok anak-anak iseng yang terbentuk begitu saja tanpa pimpinan. Apa yang akan dikerjakan hari itu tergantung hasil perbincangan teman-teman saja. 

        Setiap malam Minggu kami serempak pergi ke Lapangan Nasional yang sering kami singkat Lapnas. Saat itu Lapnas dikuasai oleh geng Lappa. Sebenarnya dulu kami berteman dengan geng Lappa tetapi Lappa menghianati kami gara-gara persoalan sepele dan akhirnya bermusuhan.

Aku kadang sedikit berpikir jenih. Kenapa aku melakukan kegiatan seperti ini?. Tetapi kemudian aku berpendapat kalau aku sudah terlanjur basah maka aku teruskan saja. 

Malam Minggu itu aku dan kawan-kawanku bersipa-siap untuk bertempur melawan geng Lappa di Lapnas. Teman memberiku 3 biji pil berwarna putih dan langsung aku minum bersama teh gelas yang kubeli. Dengan obat ini, lama kelamaan aku terasa lebih hebat. 

Kami menyiapkan senjata. Aku memakai ketapel dan sebuah helm pelindung kepala. Teman yang lain ada yang membawa rantai gergaji, busur, gir motor dan ada juga yang membawa duri landak.

Aku dan kawan-kawan berombongan ke Lapnas. Ternyata kita sudah ditunggu geng Lappa. Aku dan kawan-kawan langsung berlari kearah mereka. Aku segera memakai ketapelku dan berhasil mengenai salah satu dari mereka. Kami bertempur dengan hebat. Aku melihat salah seorang temanku dikeroyok oleh 3 orang. Dibantu  Ocong  temanku, aku  melemparkan batu kepada mereka dan  Ocong menancapkan duri landak ke paha salah satu dari mereka.

Tiba-tiba terdengar raungan sirine mobil menghampiri kami. Ternyata mobil Patroli Polisi Pamong Praja. Kami serempak lari berpencar dan bersembunyi sambil menunggu suasana kondusif. 

Setelah terasa aman, aku berempat dengan kelelahan berjalan dipinggir jalan. Tiba-tiba seorang pengendara motor memukul kami dari belakang  menggunakan potongan balok kayu. Spontan kami berlari masuk gang sempit hingga tak dapat terkejar oleh mereka.

Setelah terasa aman aku kembali menemui teman di bascane. Distu aku melihat teman yang terluka dan babak belur. 7 orang dari kami ditangkap Pol PP.

Jam menunjukkan  pukul 12.00 malam. Aku diajak temanku bermalam di rumahnya. Aku menerima ajakannya. Aku tidur di kamarnya dan dia tidur di ruang tamu.

Pagi hari aku pamit pulang. Di rumah aku langsung dimarahi oleh kedua orang tuaku tapi aku tidak perduli sama sekali. Aku langsung masuk kamar dan lanjut tidur.

***

Orang tuaku terlanjur mencapku nakal. Setamat SD orang tuaku mengantar aku ke Pesantren mengharap agar aku lebih baik. Menjalani kehidupan di pondok, ternyata  tidak membuatku lebih baik. Anak-anak yang masuk ke pondok hampir seluruhnya berlatang belakang kehidupan sepertiku. Anak-anak yang dicap nakal oleh orang tuanya dan hendak ditaubatkan. Kehidupan di pondok seakan kehidupan yang kuat dan besar jadi raja dan yang lemah ditindas.

Semua orang mungkin berpikir bahwa kehidupan di pondok adalah tempat  bagi orang-orang alim. Tapi itu berbanding terbalik. Mereka yang dimasukkan dalam pondok adalah anak-anak nakal, suka mencuri, dan sifat buruk lainnya. Maka dari itu bukannya aku menjadi lebih baik tetapi kenakalanku semakin menjadi-jadi karena mengikuti irama pondok yang keras.

Setiap MInggu aku harus membeli sandal minimal 3 kali. Sandalku selalu hilang entah kemana. Kemungkinan besar diambil oleh santri yang lain. Bukan hanya sandal yang sering dicuri tetapi uang, cemilan dan celana-celanaku yang bermerek juga habis dicuri dan aku selalu minta dibelikan celana baru lagi.

Lama kelamaan aku berpikir, jika aku terus hidup dipondok bukan hanya saja aku mengkuti sifat-sifat anak pondok tetapi mala aku  membuat orang tua kesusahan membiayaiku.

Setelah aku berpikir panjang lebar, aku memutuskan untuk keluar dari pondok. Aku memberitahukan oran tuaku tetapi mereka tidak setuju. Malah mereka berjanji untuk membelikanku motor jika kelak aku lulus SMP di pondok..

Saat aku naik kelas 2 SMP, disuatu shubuh disaat teman-teman bersiap-siap untuk menunaikan sholat shubuh, aku dan Irul yang sepaham denganku bersipa-siap untuk kabur dari pondok.

Aku dan Irul berhasil keluar dari pondok, aku segera mencari ojek untuk mengantarku ke rumah. Kebetulah rumahku dan rumah Irul tak berjauhan sesampai di rumah Hartiku terasa lega.

Aku segera menghadap orang tuaku dan mengatakan kalau aku keluar dari pondok. Aku tak mau bersekolah lagi di sana. Jika aku terpaksa diantar ke pondok maka aku memilih untuk tidak bersekolah lagi.
Orang tuaku terpaksa menuruti kehendaku dan memindahkanku ke SMPN Negeri 4 Sinjai Timur. 

Aku masuk masuk ke SMP ini dengan hati was-was. Apakah aku akan merasakan kehidupan seperti kehidupanku di pondok?. Ternyata tidak. Kujalani hari-hariku dengan rasa bebas merdeka  aku terasa menemukan diriku kembali yang tersembunyi dalam hatiku yang paling dalam. Terima kasih Tuhan  telah mempertemukanku dengan sekolah dimana aku menemukan kedamain bersama teman-teman baruku yang bersahaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar