Minggu, 14 Oktober 2018

KENANGAN PAHIT Oleh SRI HULDANIA


KENANGAN PAHIT
Sri Huldania


Aku melintas di sudut sekolah ketika keluar dari toilet. Kutemui Meta menangis yang ternyata merasa malu karena terjatuh pada saat pelajaran PJOK.

Aku menariknya menyudut “Tak perlu diambil hati “ kataku sambil duduk ditepian tembok. Aku juga seperti kamu. Memalukan.”

                                                             ***

Saat pertama  kali masuk di sekolah ini aku sangat kaku karena aku tak punya teman. Aku merasa aneh dan diam saja. Hari berlalu aku mulai terbiasa dan sudah mulai punya teman terutama teman sekelasku di VIId.

Tak disangka kelasku diacak dan aku pindah ke kelas VIIc otomatis temanku bertambah. Aku semkin ceria.

Hujan turun dihari Jumat. Aku terasa  bosan dan merasa sepi di keramaian teman-teman kelas. Teman-temanku bersenang-senang di teras sedang aku haya diam dan duduk di bangku sambil menunggu pelajaran. Aku mencoba menghalau kesepianku dan  bergabung dengan teman-teman sekelasku di teras. Suasana sepi yang kurasa  berubah menjadi menyenangkan. Aku menyoraki temanku bermain seluncuran di teras kelas. Mereka mengajakku tapi aku menolak. Aku merasa hari itu tidak seperti hari-hari biasanya.

Aku akhirnya setuju untuk ikut berman. Aku mencobanya. ternyata sangat licin dan membuatku merinding tetapi aku tetap suka. Aku mengulanginya lagi. Diseluncuran kedua aku tidak apa-apa sehingga memotivasiku untuk mengulanginya lagi. Aku menyuruh Tia temanku untuk berdiri di depanku dan menungguku di sana. Tapi pada saat aku berseluncuran yang ketiga kalinya kakiku tiba-tiba tidak bisa kurem. Aku semakin takut. Kakiku rasanya tidak bisa berhenti dan merasa di kakiku semakin banyak air. Tia yang berdiri di depanku menghindar karena takut tertabrak. Aku terjatuh di lantai. Kerudungku tertarik dan badanku tertindis.

Aku meluhat kesana kemari. Semua mata tertuju padaku.Aku sangat malu. Semua tertawa dan menunjuk kepadaku. Aku spontan berdiri tapi kakiku terpeleset lagi. Aku meminta tolong salah satu teman membantuku berdiri. Aku langsung berlaki masuk ke kelas.
Aku sangat sulit melupakan persitiwa memalukan itu hingga aku naik ke kelas VIII.

Di kelas VIII kelas diacak kembali hingga aku berpisah temanku dikelas VII

Acara PORSENI pun tiba. Semua bidang lomba dan pertandingan dipersiapkan dengan baik untuk meraih juara. Aku memilih lomba musikalisasi puisi bersama empat teman lainnya.

Pada saat lomba Aku lupa puisinya. Aku tidak ingat larik berikutnya. Aku sedih, gugup. Otakku teras kosong. Aku merasa sangat bersalah dipandangi banyak penonton. Aku merasa ini bukan diriku . Rasanya aneh dan sangat memalukan. Walaupun lagu yang dibawakan sangat bagus tetapi bila puisinya jelek maka kami tak akan jadi juara. Aku putus asa.

Selesai lomba kami langsung bubar dan aku rasanya ingin menagis tapi tangisku kutahan karena semua mata tertuju padaku.

Aku meminta maaf kepada teman-temanku karena gara-gara aku, tim muslikalisasi kelasku tidak juara. Aku tahu perasaan semua temanku mereka sangat kecewa dan menyesaliku.  Aku tidak merasa sedih bila mereka memarahiku karena semua itu salahku.

Peristiwa itu tidak bisa kulupakan ingga aku kelas IX. Bila teringat masa itu hatiku terasa hancur dan merasa bahwa aku memang mengecewakan. Tetapi walau itu sudah terjadi aku tidak ingin bila Porseni selanjutnya seperti itu lagi. Bila aku memilih lomba yang yang kuikuti aku akan benar-benar berlatih dan tidak akan mengecewakan  teman-temanku lagi.

Di kelas IX  barulah aku mempelajari musikalisasi puisi. Saya semakin terharu jika mengingat Porseni tahun lalu yang mengecewakan. Aku harus terus berlatih. Teman-temanku juga sering menyanyikan lagu yang pernah dibawakan waktu Porseni. Air mataku mengalir mengenang peristiwa memalukan itu. Aku tak mungkin mengulngi hal itu.

Tugas bahasai Indonesia pun tiba. Kami disuruh untu membuat musikalisasi puisi. Masa itu teringat dan terkenang kembali. Kami dibagikan puisi oleh ibu guru. Aku dan temanku berlatih dan berlatih. Aku tak ingin mengecewakan temanku lagi.

Hari penampilan pun tiba kelompokku tempil pertama. Aku berdebar dan merasa kaku karena kami di shooting sedangkan aku tak biasa dengan perekam seperti itu. Walau aku tak terbiasa, aku harus mencoba tampil baik di depan kamera. Aku berusaha tenang agar tak merasa kaku lagi.  Pada saat tampil, semua berlajalan lancar.. aku tersenyum puas.

Sepulang sekolah, diperjalanan kuceritakan pada adik kelasku Ria dan Tina. Mereka sangat tertarik mendengarnya dan ingin segera sampai pada pelajaran itu.

Dirumah aku menceritakan hal yang sama pada ibuku. Aku sangat senang dan sangat ingin melepaskan semua rasa takutku. Aku merasa sangat beruntung bahwa di kelas IX ternyata dipelajari tentang Musikalisasi Puisi yang bisa melatih diri menjadi lebih baik dan lebih berani. Oleh karena itu aku berjanji untuk tidak jatuh ke lubang yang sama. Aku berjanji akan menjadi juara musikalisai puisi pada Porseni yang akan datang dan tidak mengecewakan semua orang terutama teman-teman dan wali kelasku. Aku akan jadi idolah di kelasku.
                                                                      ***
“Terima kasih,Kak. Aku akan baik-baik saja” Kata Meta bangkit berdiri mengusap wajah dan merapikan bajunya.

Lonceng tanda istirahat berakhir. Aku dan Meta berpisah di lorong sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar