Rabu, 08 Desember 2021

 


BERBURU BABI

A.Muhammad Aiman 

Sinar mentari pagi menerobos lewat cela jendela rumah dan membangunkanku pagi itu. Dengan rasa malas aku merangkak turun dari pembaringan dan membuka jendela. Burung-burung ramai berkicau sekitar rumah. Keriuk pelan dari perutku mengingatkanku kalau aku belum makan sejak kemarin.

Di hari Minggu ini, adalah hari istimewa bagiku. Aku janjian dengan teman-teman untuk pergi berburu babi di hutan. Aku bergegas sarapan dan mandi lalu menunggu teman di teras rumah.

Kanji temanku datang lebih pagi menjemputku. Aku segera mengabil tombakku dan pergi berboncengan motor..

Di hutan Manggala terletak tak jauh dari perkampungan penduduk. Di sinilah babi bersarang dan menyerang tanaman petani pada malam hari. Sabenarnya orang-orang di kampung tidak tega membunuh babi. Tapi karena babi-babi itu merusak sawah, kebun dan tanaman yang ada di dalamnya, maka bergotong royonglah penduduk untuk mengusir dan menangkap babi dari hutan itu.

Setelah sampai di pinggiran hutan Manggala, sudah ramai warga yang datang. Ada yang membawa anjing dan tombak.  Yang tidak punya anjing hanya membawa tombak atau parang.  Aku ikut bergabung dengan mereka.

Tepat pukul 08.00 warga pun berpencar. Ada yang menunggu di atas gunung, ada juga di pinggiran hutan, dan yang punya anjing, langsung masuk ke dalam hutan untuk mencari sarang babi.

Aku dan Kanji berada di posisi menunggu di pinggir hutan. Sesaat  hening kemudian terdengar suara anjing menggonggong. Aku sudah hafal bagaimana gonggongan anjing yang menemukan babi. Aku dan Kanji berlari ke arah dari mana suara gonggongan itu berasal. Seekor babi ukuran sedang lari terbibit-bibit di kejar anjing. Beberapa orang yang menghadang menancapkan tombaknya. Sang babi mengerang kesakitan. Terkapar berlumuran darah. Anjing berkerumun mengigit hingga babi tak bergerak lagi. Salah seorang warga mengusir anjing-anjing yang berkerumum dan babi itu digantung di atas pohon. Satu ekor berhasil dibunuh.

Aku bersandar di pohon menyekat keringatku. Para pemilik anjing memanggil anjingnya kembali dengan siulan atau dengan menyebut namanya dan kembali mencari mangsa berikutnya.

Dari kejauhan terdengar lagi gonggongan seperti sebelumnya. Aku tidak berlari ke arah gonggongan anjing. Tetapi aku berlari ke arah mana suara rebut-ribut penghadang babi. Seekor lagi sudah terkapar ketika aku sampai.

Demikian peristiwa serupa terjadi berkali-kali hingga aku tak kuasa lagi menyaksikan semua pembataian karena kegerahan. Aku duduk bersandar di bawah pohon sambil menunggu para warga berkumpul.

Setelah pukul 13.00, perburuan dihentikan. Para peserta berkumpul di persawahan di pinggir hutan dengan membawa babi-babi yang berhasil dibunuh. Dua belas ekor babi berhasil dibunuh.

Setelah disampaikan pengumuman perburuan berikutnya oleh tetua kampung, babi-babi itu dibagi-bagi untuk makanan anjing.

Rasa lapar dan letih membuatku  buru-buru ingin sampai di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar