BERBURU BABI
A.Muhammad Aiman
Sinar mentari pagi menerobos lewat cela jendela rumah dan membangunkanku
pagi itu. Dengan rasa malas aku merangkak turun dari pembaringan dan membuka
jendela. Burung-burung ramai berkicau sekitar rumah. Keriuk pelan dari perutku
mengingatkanku kalau aku belum makan sejak kemarin.
Di hari Minggu ini, adalah hari istimewa bagiku. Aku janjian dengan
teman-teman untuk pergi berburu babi di hutan. Aku bergegas sarapan dan mandi
lalu menunggu teman di teras rumah.
Kanji temanku datang lebih pagi menjemputku. Aku segera mengabil
tombakku dan pergi berboncengan motor..
Di hutan Manggala terletak tak jauh dari perkampungan penduduk. Di
sinilah babi bersarang dan menyerang tanaman petani pada malam hari. Sabenarnya
orang-orang di kampung tidak tega membunuh babi. Tapi karena babi-babi itu
merusak sawah, kebun dan tanaman yang ada di dalamnya, maka bergotong royonglah
penduduk untuk mengusir dan menangkap babi dari hutan itu.
Setelah sampai di pinggiran hutan Manggala, sudah ramai warga yang
datang. Ada yang membawa anjing dan tombak.
Yang tidak punya anjing hanya membawa tombak atau parang. Aku ikut bergabung dengan mereka.
Tepat pukul 08.00 warga pun berpencar. Ada yang menunggu di atas gunung,
ada juga di pinggiran hutan, dan yang punya anjing, langsung masuk ke dalam
hutan untuk mencari sarang babi.
Aku dan Kanji berada di posisi menunggu di pinggir hutan. Sesaat hening kemudian terdengar suara anjing
menggonggong. Aku sudah hafal bagaimana gonggongan anjing yang menemukan babi.
Aku dan Kanji berlari ke arah dari mana suara gonggongan itu berasal. Seekor
babi ukuran sedang lari terbibit-bibit di kejar anjing. Beberapa orang yang
menghadang menancapkan tombaknya. Sang babi mengerang kesakitan. Terkapar
berlumuran darah. Anjing berkerumun mengigit hingga babi tak bergerak lagi.
Salah seorang warga mengusir anjing-anjing yang berkerumum dan babi itu
digantung di atas pohon. Satu ekor berhasil dibunuh.
Aku bersandar di pohon menyekat keringatku. Para pemilik anjing memanggil
anjingnya kembali dengan siulan atau dengan menyebut namanya dan kembali
mencari mangsa berikutnya.
Dari kejauhan terdengar lagi gonggongan seperti sebelumnya. Aku tidak berlari
ke arah gonggongan anjing. Tetapi aku berlari ke arah mana suara rebut-ribut
penghadang babi. Seekor lagi sudah terkapar ketika aku sampai.
Demikian peristiwa serupa terjadi berkali-kali hingga aku tak kuasa lagi
menyaksikan semua pembataian karena kegerahan. Aku duduk bersandar di bawah
pohon sambil menunggu para warga berkumpul.
Setelah pukul 13.00, perburuan dihentikan. Para peserta berkumpul di
persawahan di pinggir hutan dengan membawa babi-babi yang berhasil dibunuh. Dua
belas ekor babi berhasil dibunuh.
Setelah disampaikan pengumuman perburuan berikutnya oleh tetua kampung,
babi-babi itu dibagi-bagi untuk makanan anjing.
Rasa lapar dan letih membuatku buru-buru ingin sampai di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar