UPAYA MELESTARIKAN HUTAN MANGROVE
(Shinta Arnayanti, Mutiara Rahma, Nur Afiqah, Haerani, Nur Rabiatul
Jannah)
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang
dipengaruhi daratan dan lautan, yang
mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan
mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting
di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery
ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan
dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove
juga mempunyai fungsi ekonomis yang
tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan
ikan.
Hutan
mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat
potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan
lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa
daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan
mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya.
Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti
perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan
dermaga dan lain sebagainya.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana upaya melestarikan hutang mangrove.
3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana upaya melestarikan
hutang mangrove.
Bab II Pembahasan
1.
Pengertian Hutan Mangrove
Hutan Mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh
di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi
oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana
terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang
terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air
melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
2. Manfaat dan fungsi hutan mangrove
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
2. Manfaat dan fungsi hutan mangrove
Manfaat secara fisik antara lain:
a.
Penahan abrasi pantai.
b.
Penahan intrusi (peresapan) air laut ke
daratan.
c.
Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.
d.
Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di
udara (pencemaran udara).
e.
Penambat bahan-bahan pencemar (racun)
diperairan pantai.
Manfaat
dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:
a.
Tempat hidup biota laut, baik untuk
berlindung, mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan.
b.
Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada
di sekitarnya.
c.
Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera,
buaya, dan burung.
Manfaat
dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:
a.
Tempat rekreasi dan pariwisata.
b.
Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu
bakar.
c.
Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang,
kepiting, dan lainnya.
d.
Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera
sexangula yang dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor.
e.
Sumber mata pencarian masyarakat sekitar
seperti dengan menjadi nelayan penangkap ikan dan petani tambak.
3.Pemecahan
Masalah Rusaknya Mangrove
Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan
pantai, Pemerintah RI telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan
pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan
mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan
mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan
lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang
tertinggi ke arah daratan.
Kusmana (2005:8) menyatakan bahwa
secara umum semua habitat pohon mangrove di dalam kawasan hutan mangrove yang
mengalami kerusakan dapat memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami
dalam waktu 15-20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak tertanggu;
dan (2). Ketersedian biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau
terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau mendekati normal tetapi biji
pohon mangrove dapat mendekati daerah rehabilitasi maka dapat direhabilitasi
dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat pohon mangrove dapat diperbaiki
tanpa penanaman maka rencana rehabilitasi harus terlebih dahulu melihat potensi
aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin
menghambat perkembangan pohon mangrove.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan
mangrove antara lain menurut Sudarmadji (2001) adalah dengan pendekatan bottom up ini
akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang
mengawasinya; karena masyarakat sadar
bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka bersama.
Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara
berkelanjutan, sebab tanpa arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik
kepentingan dalam pengelolaan dalam
jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up relatif
lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan
pemulihan ekosistem, selain itu
“pemerintah atau pemilik modal” tidak
terlalu berat melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses
pelaksanaan pemulihan tersebut, dan
pada masyarakat pesisir akan timbul rasa
ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan.
Dengan demikian pelaksanaan suatu proyek
dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan
adanya partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan
proses pendidikan pada masyarakat secara
tidak langsung (Savitri dan Khazali, 1999).
Dalam melaksanakan pendekatan botton
up ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok
Tani Hutan” (KTH), dimana para petani
penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan
membentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya
pembentukan organisasi dan tanggung
jawab masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula
dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian
atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit,
para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan
diberikan penyuluhan secara intensif.
Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
a.
Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
b.
Ikut menerbitkan pemukiman/perambah
dalam kawasan hutan mangrove
c.
Gotong royong memperbaiki saluran
air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran sungai
d.
Secara rutin mengadakan pertemuan
untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan,
udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
e.
Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan saprodi,
pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan.Produksi ikan dari
silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH.
Bab III Simpuan dan Saran
1. Simpulan
Upaya pelestarian hutan bakau salah satunya
adanya dengan membentuk kelompok tani hutan (KLH) yang diberi penyuluhan secara
terus menerus dari pemerintah. Pembentukan KLH ini bertujuan agar masyarakat
pesisir merasa memiliki hutan mangrove yang ada di daerahnya.
2. Saran
Masyarakat perlu berpartisipasi aktif menjaga
dan melestarikan keberadaan hutan mangrove karena hutan mangrove adalah milik
bersama yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Daftar Pustaka
ayuirmawati.blogspot.com/2012/05/melestarikan-hutan-mangrove_21.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar