Sabtu, 25 Februari 2017

UPAYA MELESTARIKAN HUTAN MANGROVE
(Shinta Arnayanti, Mutiara Rahma, Nur Afiqah, Haerani, Nur Rabiatul Jannah)




Bab I Pendahuluan
1.     Latar Belakang
Wilayah  pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang  mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove juga  mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan. 
Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya.
2.     Rumusan Masalah
Bagaimana upaya melestarikan hutang mangrove.
3.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana upaya melestarikan hutang mangrove.

Bab II Pembahasan
1.      Pengertian Hutan Mangrove

Hutan Mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

2. Manfaat dan fungsi hutan mangrove
    Manfaat  secara fisik antara lain:
a.       Penahan abrasi pantai.
b.      Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan.
c.       Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.
d.      Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara (pencemaran udara).
e.       Penambat bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.

Manfaat dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:

a.       Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan.
b.      Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya.
c.       Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera, buaya, dan burung.

Manfaat dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:

a.       Tempat rekreasi dan pariwisata.
b.      Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar.
c.       Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya.
d.      Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor.
e.       Sumber mata pencarian masyarakat sekitar seperti dengan menjadi nelayan penangkap ikan dan petani tambak.

3.Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove
            Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah RI telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan  pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi ke arah daratan.

Kusmana (2005:8) menyatakan bahwa secara umum semua habitat pohon mangrove di dalam kawasan hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami dalam waktu 15-20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak tertanggu; dan (2). Ketersedian biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau mendekati normal tetapi biji pohon mangrove dapat mendekati daerah rehabilitasi maka dapat direhabilitasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu habitat pohon mangrove dapat diperbaiki tanpa penanaman maka rencana rehabilitasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan pohon mangrove.
            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain menurut Sudarmadji (2001) adalah dengan pendekatan bottom up ini akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang  telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang mengawasinya; karena masyarakat  sadar bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka  bersama.  Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum  dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan dalam  jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan pemulihan ekosistem, selain  itu “pemerintah atau pemilik  modal” tidak terlalu berat melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses pelaksanaan  pemulihan tersebut, dan pada  masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian  pelaksanaan suatu proyek dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan  adanya partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses  pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung (Savitri dan Khazali, 1999).


Dalam melaksanakan pendekatan botton up ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana  para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk  kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan  tanggung jawab masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan  penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
a.                   Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
b.                   Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove
c.                   Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran sungai
d.                  Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
e.                   Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan.Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH.

Bab III Simpuan dan Saran
1.     Simpulan
Upaya pelestarian hutan bakau salah satunya adanya dengan membentuk kelompok tani hutan (KLH) yang diberi penyuluhan secara terus menerus dari pemerintah. Pembentukan KLH ini bertujuan agar masyarakat pesisir merasa memiliki hutan mangrove yang ada di daerahnya.
2.     Saran
Masyarakat perlu berpartisipasi aktif menjaga dan melestarikan keberadaan hutan mangrove karena hutan mangrove adalah milik bersama yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Daftar Pustaka
ayuirmawati.blogspot.com/2012/05/melestarikan-hutan-mangrove_21.html 

nurhasanblogger.wordpress.com/2014/06/18/upaya-pelestarian...   Salinan








Tidak ada komentar:

Posting Komentar