Sabtu, 25 Oktober 2014

CERPEN

Separuh Mimpiku
Nurlayli


Pagi cerah, embun dingin menembus pagi, kuraih switer merah. Aku berjalan seputar pekarangan menikmati indahnya bunga-bunga, burung berkicauan dan aroma rumput basah yang memanjakan indra penciumanku. Di bawah pohon aku duduk menyandarkan kampasku. Aku melukis. Aku suka melukis.  Cita-citaku menjadi pelukis terkenal. Goresan-goresan tipis di kampasku membentuk kupu-kupu cantik berwarnah merah dengan latar bunga-bunga berwarna biru. Sebuah panorama alam yang begitu indah. Aku puas.
Matahari sepenggalan, kubereskan alat-alat lukisku dan bergegas pulang ke rumah.

Ke sekolah aku selalu bersama Indry teman sebangkuku.  Ia setia menungguku. Sepanjang jalan aku suka memperhatikan  keindahan alam karena aku hanya bisa menuangkan perasaanku melalui lukisan

***

Sejak kelas VII Di SMP 4 Sinjai Timur tempatku bersekolah, aku ikut pengembangan diri IPA Biologi.  Bukan pilihanku, aku dimasukkan saja ke sana. Sebenarnya aku ingin sekali ikut pengembangan diri Seni Lukis tapi aku tidak diberi kesempatan memilih. Mungkin karena aku pintar sehingga guru memasukkanku ke sana.

Sabtu, 9 Maret 2014.
            Aku  diikutkan dalam olimpiade IPA Biologi bersama empat teman lainnya yang ikut olimpiade IPA Fisika, Matematika dan IPS. Entah kenapa aku merasa sangat takut. Aku takut tidak juara dan guru pasti menyalahkanku.
Rasa takut ini kusampaikan pada Kiky temanku.
“Udah tak usah takut. Ngak apa-apa koq. Sekalian cari-cari pengalaman” kiky berusaha meyakinkanku.
Hari ini hari terakhir aku belajar karena lomba sudah mau diadakan. Aku sangat deg-degang dan semalaman aku tak dapat tidur karena gangguan anjing yang menggonggong sepanjang malam.
Hari ini, hari tersulit yang aku rasakan, aku dan teman-teman saling memberi semangat dan keyakinan. Kami berempat dipanggil guru Pembina. Kami diberi pengarahan. Aku disuruh pulang lebih awal karena olimpiade dilaksanakan pukul 13.00 Wita.
Aku mengajak ketiga temanku untuk beristirahat di rumahku karena rumah mereka jauh.
Menjelang berangkat, aku sholat berjamaah  lalu makan bersama.
“Doa sholat dhuhurku tadi, mudah-mudahan SMP 4 bisa juara meskipun hanya salah satu dari empat pelajaran tersebut” kataku dengan penuh semangat di meja makan.
Kiky mengacungkan jempolnya tanda suka dengan doaku.
Aku berjalan memasuki ruangan IPA Biologi di SMP 1 tempat olimpiade dilaksanakan. Ternyata  Cuma aku yang ditunggu. Aku langsung duduk dan berdoa agar bisa menjawab soal dengan mudah.
Sebuah buku hijau tua diletakkan di depanku. dan selembar kertas jawaban. Di situ terterah tulisan “Soal Olimpiade IPA BIologi Tahun 2014., jumlah soal 100 nomor” .
Aku kaget, astagfirullah, banyak banget. Bagaimana aku bisa menjawabnya dalam waktu dua jam.
Perlahan-lahan kubuka buku itu.
Nomor 1 sampai nomor 5,  kuyakini benar. Tapi ketika aku hendak menjawab soal lainnya, kepalaku terasa pusing. Keringatku membasahi kerudung yang kukenakan. Aku seperti orang demam, panasku turun naik.
Satu jam berlalu, aku berhasil menyelesaikan  50 soal. Walau tidak yakin benar semua, aku berusaha konsentrasi menyelesaikan 50 soal berikutnya.
Ada 40 orang peserta dalam ruangan  yang diawasi oleh seorang laki-laki. Aku menoleh melihat satu-persatu perserta.  Aku sama sekali tidak yakin akan mengalahkan  mereka
Dua jam berlalu, aku berhasil menyelesaikan semua soal. Aku kesulitan  dalam penerapan bahasa latin. Aku pasrah saja meninggalkan hasil kerjaku di atas meja dan berjalan menuju pengawas menerima  sebungkus nasi dan sebuah amplop.
Seluruh peserta memperbincangkan soal-soal dalam lomba itu bersama Pembinanya. Tapi aku tidak. Guru pembinaku tidak datang. Aku diam saja sambil bersandar di tiang penyangga teras.
Ibu Pembina akhirnya datang menjemputku. Ia tersenyum padaku
“Gampang atau susah”? Tanya ibu Pembina.
Aku bingung mau jawab bagaimana. Kalau aku bilang susah, nanti ibu Pembina kecewa. Jadi aku hanya tersenyum saja.
Ibu Pembina mengajakku pulang iku di boncengan motornya. Aku setuju saja.
Diperjalanan ibu Pembina menceritakan tentang tanteku yang juara pertama ketika ikut lomba olimpiade IPA Biologi. Ia berharap mudah-mudahan aku bisa seperti tanteku.
Aku hanya berdoa dalam hati mudah-mudahan Tuhan menolongku.
Selang beberapa hari hasil olimpiade sudah keluar. Bapak kepala sekolah mengumumkan pada upacara Senin kalau dari SMP 4 tak satupun yang dapat medali. Aku kaget dan menunduk malu.  Aku sangat malu pada guru pembinaku, aku tak berani melihatnya walaupun dari jarak jauh.
Sejak pengumuman itu, aku tak berani bertemu dengan ibu Pembina. Aku selalu menghindar.

Minggu, 23 April 2014
Pak Taslim, Guru seni budaya di SMP 4 menemuiku. Ia mengajakku ikut lomba seni lukis membatik.  Hatiku bersorak, mimpiku untuk melukis dan memperlihatkan hasil karyaku sebentar lagi terwujud. Pak Taslim memberiku sebuah cat air, kuas, dan buku gambar supaya aku bisa belajar sebelum lomba dimulai.
Aku berlatih di rumah setiap waktu bersama pembimbingku, Wahyu kakakku. Ia pernah menjuarai lomba lukis.
Jam alarm HPku mengagetkanku.  Sudah pukul 06.00 aku bergegas bersih-bersih dan menuju ruang makan.  Nasi goreng, telur dadar dan segelas susu sudah disediakan ibu. Aku langsung melahapnya. Aku harus siap sebelum Pak Taslim datang menjemputku.
Aku sudah menunggu di teras ketika Pak Taslim dan Ayub Hendrawan datang. Ayub Hendrawan adik kelasku yang juga mengikuti  pestival ini. Kami pun berangkat bersama ke kantor Dinas Pendidikan untuk mendengarkan pengarahan. Entah mengapa perasaanku jauh lebih tenang dan santai dibandingkan waktu mengikuti olimpiade IPA Biologi.
Dari Dinas Pendidikan kami dibawa ke SMK 1, tempat lomba diadakan. Rusangan putih abu-abu menyambutku. Aku mengangkat kaki kananku diiringi doa sebagai awal langkahku menuju ke impianku. Aku memilih tempat duduk dekat jendela.
“Bukanlah kamu peserta melukis batik?” Seseorang mendekatiku.

Dengan bingung aku menjawab “Ya”
“Oh Maaf Dek, ruangan membatik bukan di sini tapi di sebelah ruangan ini”
Aku tersenyum  malu dan langsung keluar ruangan diiringi berpasang-pasang mata menatapku.
Pak Taslim menjemputku di ruang batik. Aku disuruh masuk dan lagi-lagi aku memilih tempat duduk dekat jendela.
Pengawas membagikan kertas gambar ukuran besar dan cat air.
Aku mulai membuat sketsa kupu-kupu untuk lukisanku. Karena terburu-buru. Kertas gambar yang sudah selesai kuberi sketsa ternyata terbalik karena ada stempel di pinggir kertas itu sehingga tidak baik untuk diwarnai. Aku mengulanginya lagi.
Warna pertama yang kuambil adalah warna hitam sebagai latar gambarku. Ternyata kualitas cat air yang dibagikan kurang bagus. Aku menggantinya dengan cat air yang kubawa dari sekolah. Kualitasnya lebih baik. Muncul masalah baru. Warnah hitamnya tidak cukup karena kertasnya cukup besar. Aku terdiam sejenak  lalu memberanikan diri untuk meminta cat air warna hitam peserta lomba lainnya yang ada di depanku.
Gadis itu sangat baik. Walaupun aku saingannya, ia ihlas memberiku cat hitamnya.
Aku kembali konsentrasi menyelesaikan gambarku.
Waktu berlalu jam yang ditentukan berakhir, aku menyodorkan gambarku kepada panitia dengan rasa puas. Aku mendapat hadiah sebungkus nasi dari panitia..

***

Cuaca pagi ini cerah, aku pun merasa segar dan senang melangkah memasuki pekarangan sekolah. Ketika melintas di depan ruang guru, Pak Taslim memanggilku  ke mejanya. Pak Taslim memberiku sebuah bungkusan persegi  empat. Di atasnya tertulis untuk Nurlayli, juara 2 lomba membatik dan sebuah amplop.
Aku sempat kaget. Kupegang dadaku lalu kemudian aku tersenyum karena aku juara 2 untuk lomba lukis pertamaku.
Perjalananku masih panjang dan mimpiku untuk menjadi pelukis belum tercapai seluruhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar