Rabu, 08 Oktober 2014

CERPEN KARYA SISWA


GARA-GARA MENGGANGGU SARANG LEBAH
Awaluddin

Di jalan aku berpapasan dengan Harlan, Samsu, dan Pajri. Mereka mengajakku jalan bareng.  Aku setuju saja. Aku mengikuti langkah mereka entah kemana.
“Kita pergi mengambil sarang lebah. Siapa tahu madunya sudah ada” seru Harlan .
Tanpa persetujuan kami, Harlan berlari ke arah pohon asam yang ada dekat sekolahan.
“Pungut batu” ajak Syamsul “ Kita melempari sarangnya biar jatuh”
Aku ikut memungut beberapa batu untuk dipakai melempar sarang lebah. Harlan sudah sampai duluan dan mulai melempari sarang lebah.
“Sarangnya ketinggian” keluhku
Lebah berkerumum dan mulai mendekati kami.
“Ayo menjauh” seru Syamsu.
Tanpa aba-aba kami berlari terbibit-bibit ketakutan.cukup  jauh juga aku berlari sore itu.  Ngos-ngosan aku hingga merasa perlu istirahat di bawah pohon mangga. Peluhku mengalir karena kecapean.
“Kita membakar sarangnya “ ajak Fahmi.
Kami semua berdiri dan mencari daun kelapa.
Tak sulit untuk mencari daun kepala. Fajir mengikatnya dan kami semua mengikuti mereka kembali ke pohon asam.
Fajri membakar daun kelapa di bawah pohon asam. Karena angin laut bertiup kencang, asapnya tak sampai ke sarang lebah. Malah mengasapi kami semua hingga mata terasa perih.
“Awal, bagaimana kalau kamu mengambil bamboo di dekat rumahku” kata Fajri.
Aku dan Syamsu pergi mengambil bambu di dekat rumah Fajri.
Dengan bambu panjang, aku berusaha menjatuhkan sarang lebah. Beberapa kali berusaha tapi tidak berhasil.
Karena kesal, kami kembali melempar sarang lebah. Lebah beterbangan.kami berhamburan. Aku tak melihat kalau seekor lebah mengikutiku dari belakang. Tiba-tiba  pipiku terasa sakit. Aku meraba pipiku. Seekor lebah menempel di sana. Aku panit kesakitan. Samsu, Fajri, dan Harlan tidak menolongku, malah menertawaiku.
“Ayo, kita pulang saja. Lukamu perlu diobati” ajak Samsu setelah melihat wajahku memerah dan bengkak.
Di rumah, aku ditegur ayah karena melihat pipiku yang bengkak.
“Kenapa  bengkak, Awal? Berkelahi ya!”
“Tidak, aku disengat lebah” jawabku sambil memegang pipiku yang terasa panas dan sakit.
“Obati dengan balsem, biar tidak tambah bengkak. Perintah ayah.
Aku menurut saja kata ayah lalu pergi tidur untuk menghindari omelan ayah. Aku  tak bisa tidur karena kesakitan.
Ketika aku bangun pagi, aku bercermin. Kupandangi wajahku yang Bengkak sebelah kiri . Aku menyesal telah menganggu sarang lebah. Sarang lebah adalah rumah bagi lebah. Seperti aku, punya rumah. Lebah pun demikian. Lebah  perlu rumah untuk berteduh dan beritirahat. Maafkan aku lebah. Aku tidak akan menganggumu lagi demi setetes madu.
makaku masih bengkak. Aku memutuskan untuk tidak ke sekolah. Ayahku setuju saja tapi syarat tidak tiduran saja di rumah. Aku diberi tugas membersihkan kamar mandi. Aku menurut saja dari pada bengong sendirian di rumah.
Selasa pagi aku ketemu  Fajri  dan Basri di gerbang sekolah.
“Mukamu sudah sembuh” selidik Basri.
“Masih bengkak dan masih terasa sakit” aku balik bertanya.
“Bagaimana sarang lebahnya? Apa sudah jatuh atau belum ?
“Memangnya kamu mau menganggu sarang lebah lagi?” Tanya Fajri.
Keduanya kembali menertawaiku.
Aku menggeleng. Lalu bergegas menuju kelas untuk menyembunyikan wajahku yang bengkak.
Teman-teman di depan kelas menyambutku dengan tertawa mengejek.
“Kamu disengat lebah kan? Makanya jangan suka ganggu rumah lebah.”
Iwan mencolekku di pintu kelas  “ Kamu marah nga kalau rumahmu diganggu.”
Aku tak menghiraukan ucapan mereka. Aku bergegas masuk kelas dan tidak keluar-keluar hingga lonceng jam pulang berbunyi.
                                                                                                                            Sinjai, September 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar