SMP Negeri 22 SINJAI
Blog ini bertujuan sebagai file dokumentasi peserta didik dan guru di SMPN 22 Sinjai
Rabu, 15 Desember 2021
BERKUNJUNG
KE RUMAH NENEK
Athiyya
Sabila Afif
Aku bangun lebih pagi di hari pertama
libur semester karena hari ini aku bersama ayah dan ibuku akan mengunjngi nenek
yang bertempat tinggal di kota Makassar.
Karena jarak tempat tinggalku dan
kota Makassar cukup jauh maka diperlukan bekal sekaligus oleh-oleh buat nenek. Buras
dan abon ikan.
Kami sarapan bersama dengan hidangan
seperti bekal yang sudah disiapkan. Buras, mie instan, dan ikan kering. Terasa enak
dinikmati pagi.
Sementara aku mandi, ibu menaikkan
barang-barang dalam mobil. Sepupuku ikut serta dalam perjalanan ini. Ketika aku
keluar dari kamar mandi Wahda sepupuku ada di kamarku melihat-lihat Hpnya. Aku segera
berganti baju dan menaikkan tasku dalam bagasi.
Belum pukul 08.00 ketika kami
meninggalkan rumah. Ibu duduk di depan di samping ayahku yang menyetir
sementara aku dan Wahda duduk di belakang.
Melewati jalan mendaki dan menikun
kiri kanan di atas jurang. kami berada di daerah pengunungan tempat wisata.
Wahda mulai pusing dan akhirnya muntah. Wahda tertidur hingga tak sempat
melihat pemandangan pengunungan yang indah.
Dua jam berlalu jalan mulai macet. Banyak
kendaraan berlalu lalang. Kita sudah memasuki daerah wisata Malino. Mobil berjalan
lambat karena kendaraan padat merayap. Aku melihat-lihat kota Malino dari atas
mobil. Banyak penjual buah, sayur dan cemilan khas. Ada pula tempat berkuda dan
tempat foto-foto yang tersaji sepanjang jalan.
Melewati keramaian, kendaraan mulai
berkurang. Kami berisirahat menikmati hidangan khas Malino yaitu cindol Malino.
Teksturnya beda dengan cendok yang biasa aku makan. Yang pasti lebih enak.
Perjalanan dilanjutkan melewati jalan
cukup luas dan menurut. Tampak dari ketinggian Dam Bili-bili yang luas
membentang sepanjang jalan. Lalu mobil berbelok ke kanan melewati penurunan
yang lebih tajam dan ramai. Pertanda kota Makassar semakin dekat.
Aku sangat mengantuk di siang terik
itu. Mataku tak kuasa untuk kubuka. Aku menyandarkan kepalaku di jok mobil . “Bangun,
kita sudah sampai“. Seru ibuku.
SAHABAT
SEJATI
Andi
Wahdaniar Ramadani
Setelah lulus SD aku harus berpisah
dengan teman karibku Arsyi. Pasalnya teman sebangkuku tidak direstui oleh orang
tuanya untuk ikut bersamaku ke Pesantren.
Arsyi sangat pintar, cantik, rajin
dan sopan. Ia hobbi menggambar. Ia mengajariku bagaimana menggabar hingga pada
suatu hari aku ikut lomba menggambar. Arsyi juara pertama dan aku juara tiga.
Berangkatlah aku ke sekolah tujuan. Pesantren.
Aku berpisah dengan orang tua dan sahabat saya. Cita-citaku ingin menjadi
hafizah dan pasih berbahasa Arab.
Mondok di pesantren bukanlah perkara
gampang. Aku selalu rindu orang tuaku, rindu rumah dan lingkunganku karena aku
pertama kali berpisah dengan orang tua.
Tiga hari dalam pondok, aku ditemani
ibuku untuk penyesuaian dengan lingkungan baru. Setelh tiga hari ibuku pulang
ke rumah dan peraturan pondok sudah mulai berlaku. Waktu makan sangat sedikit
sampai aku dihukum makan karena melewati waktu yang ditentukan dan terlambat ke
masjid. dari situ aku berusaha mengubah kebiasaanku yang tidak disiplin.
Jika malam datang rasa rindu kepada
orang tuaku kembali datang dan aku menangis. Saat yang bersamaan aku harus
menyetor hafalan ke Ustazaf memacu jumlah hafalanku agar tidak sia-sia orang
tuaku membiayaiku mondok di pesantren.
Mungkin kebiasaan tidur larut malam
membuat aku sakit. Tiga hari aku demam membuat orang tuaku datang menemaniku di pondok. Aku sangat senang aku bisa tidur
bersama orang tuaku kembali. Keadaanku juga membaik dan aku kembali mengikuti
kegiatan pondok sampai larut malam.
Esok hari ketika ayah datang
menjemput ibuku, aku kembali menangis. Aku menangis minta pulang Orang tuaku tentu
saja tidak setuju. Aku tetap merengek hingga orang tuaku terdiam tidak tahu mau
berbuat bagaimana. Ustazah datang membujukku dan membiarkan aku melihat orang
tuaku pergi meninggalkan pondok. Air mataku berderai melihat mobilnya semakin
menjauh.
Satu jam kemudian aku kabur dari
pondok.
Tiga bulan berlalu aku kembali
bertemu Arsyi. Aku keluar dari pondok dengan alasan tidak bisa berpisah dengan
orang tua. Walau aku tidak satu sekolah dengan Arsyi aku bersyukur bisa bertemu
setiap hari di luar sekolah.
TETANGGA BANGKU
Riki Renaldi
Sebelum mengenal dia hidupku terasa
biasa-biasa saja. Tetapi setelah
berkenalan dengan tetangga bangkuku entah kenapa jika bermain bersama tenam di
sore dan malam hari terasa lebih indah, terasa lebih bersemangat, dan hatiku
terasa berbunga-bunga dibanding hari-hari sebelumnya.
Jika hendak ke sekolah saya merasa
wajib menyeterika bajuku agar terlihat licin, menyisir rambutku dengan
mengolesinya minyak rambut, menyemprotkan sedikit parfum, dan bercermin
meyakinkan penampilanku..
Itu bermula saat pertama masuk SMP
saya bertemu dengan teman-teman baru. Di hari pertama itu saya tidak tahu
dimana ruang kelas saya. Saya mencari kelasku dengan berpindah-pindah mencari namaku di pengumuman yang tertempel di
depan kelas. Ternyata kelas 7A.
Setelah saya masuk kelas ternyata
semua kursi sudah penuh dan tidak ada yang kosong. Aku terlambat. Saya merasa
ragu dan malu bertemu teman karena tidak kebagian kursi.
Di saat kebingungan ternyata ada yang
mengenali saya. Ia teman sekampung dan duduk di kelas 8. Ia membantu saya
mengambil kursi dan meja di kelasnya. Ternyata meja belajar di SD dan di SMP
beda. Meja dan kursinya perorangan. Ia mengangkat kursi dan saya mengangkat
mejanya.
Saya meletakkan kursi itu paling
belakang karena tak ada pilihan lain lalu saya menyibukkan diri mempersiapkan
buku sambil menunggu guru datang.
Terdengar suara lembut menyapaku
“Hai“ aku terkesiap menatap wajahnya. Ia mengajakku berkenalan. Saya tidak menolak.
PETUALANGAN RANDY
Ashabul Kahfi Ramadhan
Aku masih ingat akhir bulan Mei tahun 2018 perpisahan dengan sahabat
saya. Siswa kelas lima berkumpul untuk
mengambil rapor untuk naik kelas 6 atau tinggal kelas 5. Setelah pembagian rapor
ternyata empat orang tinggal kelas di antara 20 siswa. Salah satunya adalah
Randy, sahabatku.
Randy takut pulang ke rumah karena takut pada orang tuanya. Karena Randy
kelihatannya bingung dengan musibah yang menimpanya, aku mengajak dia ke
rumahku untuk bermalam karena di rumahku tak tak ada siapa-siapa. orang tuaku pergi ke rumah
saudaranya.
Esok harinya aku dan Randy pergi ke rumah Yadi untuk bermain-main. Kami
bermain bola. Karena asiknya bermain aku tak sengaja menendang bola dan kena
kaca jendela hingga pecah.
Ibunya Yadi berteriak. Spontan
aku dan Randy berlari pulang ke rumah.
Hari sudah siang ketika aku ada di rumah. Aku merasa lapar. Ada ikar
lima ekor yang enak jika digoreng. Tapi Randy mengusulkan untuk dibakar. aku
pun setuju untuk dibakar saja. Karena ikannya lima ekor aku membakarnya 3 ekor
dan menyimpannya 2 ekor untuk makan malam.
Setelah ikan bakar itu masak, Randy pergi BAB dan aku pergi menggambil
piring. Ternyata ikannya hilang 2 ekor. Mungkin dimakan anjing. Ikan pun
tinggal 1 ekor dan dimakan berdua. Kami tidak kenyang.
Karena Randy punya uang sepuluh ribu, kami pergi makan bakso yang harga
5 ribu. Pukul 01.00 siang kami mampir ke pekarangan sekolah untuk bermain-main
sampai pukul 4 sore. pas kami hendak pulang ibunya Randy datang mencari tapi
Randy lari dan bersembunyi.
Aku kembali ketemu Randy di rumah
setelah keluar dari persembunyiannya.
Hari semakin sore aku dan Randy mandi sebelum ke Masjid sholat magrib.
Tapi sepadai-pandai tupai
melompat akhirnya Randy tertangkap juga. Randy terpaksa menyerahkan diri karena
setelah sholat Isya kepergok ayahnya.
SEKOLAH BARU YANG INDAH
Aryadi Sanjaya
Waktu itu udara masih begitu dingin ketika aku memaksakan diri
menyingkap selimutku. Hari itu adalah hari dimana aku harus mulai lagi
rutinitas seperti biasa sebagai seorang pelajar.
Aku baru saja lulus dari sekolah dasar. Lulus dengan hasil memuaskan.
Aku menghabiskan masa liburan panjang yang bertepatan dengan libur hari raya.
Hari libur yang cukup panjang sehingga aku lupa berapa lamanya aku berlibur.
Liburan yang panjang membuatku bosan berada di rumah.
Lulus SD aku melanjutkan ke SMP paforitku.
Beruntung aku bisa lolos bersama beberapa teman kelasku di SD.
Hari pertama aku masuk sekolah, aku terkesiap berdiri di depan pintu
masuk. Beberapa pohon cemara pinsil menjulang tinggi serasa menjemPutku.
Beberapa Ibu dan bapak guru berdiri di pintu masuk dan menyalami kami. Aku
merasa tersanjung.
Lapangan sekolah luas berumput hijau yang bersih. Aku yakin ini adalah
tempat upacara sekaligus tempat
berolahraga karena tiang bendera berdiri tegak dan dari kejauhan tampak lapangan
polly, lapangan basket, dan lapangan sepak takrow.
Lapangan yang luas ini di kelilingi dengan ruang kelas. Dimana tiap-tiap
bagian depan kelas ditumbuhi bunga-bunga yang tumbuh subur menghijau dan
berbunga. Di sisi kanan ada Mushollah yang dicat berwarna hijau. ada kantin, dan petunjuk ke arah mana menuju toilet Suasananya
sangat menyenangkan.
Aku berkenalan dengan teman baruku. Satu persatu datang menyalamiku.
Ainun adalah salah satu teman sekelasku. Ia murah senyum dan cantik.
Kegiatan pertama adalah mengikuti Masa Orientasi Siswa atau biasa
disingkat MOS . berbagai materi yang kami ikuti antara lain pengenalan sekolah
dan kesepakatan kelas.
Hari Senin hari pertama mengikuti pelajaran. Aku masuk kelas dan mencari
tempat duduk. Aku duduk di belakang berdampingan dengan Riki teman dari lain
SD. Perawakannya kecil, kulit sawo matang
berambuk cepak. Di samping kiriku ada Ainun kenalan pertamaku.
Tiba-tiba seorang pria berperawakan besar, tinggi, berkulit coklat masuk ke kelas. Kami semua langung terdiam
dan memberi salam. Melihat perawakannya, aku merasa takut sampai aku gemetar.
“Aduh, bagaimana ini“ keluhku pada Ainun.
“Sudah, Diam. Jangan ribut dulu. Belum tentu bapak itu galak“ jawab
Ainun sambil melototiku.
Bapak itu memperkenalkan diri lalu melanjutkan materi pelajaran.
Suaranya lembut dan berkesan sangat sabar. Beliau memberi materi dengan
sederhana sehingga mudah dipahami. Pelan-pelan rasa takutku berganti dengan
rasa simpatik. Aku menarik napas lega.
Kamis, 09 Desember 2021
HAMPA
Anggun Reskiana ixb
Tahun 2020 saat virus corona dinyatakan sebagai Pandemi Covid-19 di
Indonesia, semua sekolah tatap muka ditutup dan dialihkan menjadi sekolah
online.
Aku masih ingat pada hari Selasa, tanggal 17 Maret 2020, siswa dikumpulkan
di lapangan mendengarkan pengumuman bahwa sekolah diliburkan selama dua Minggu.
Ternyata kami tidak hanya libur dua Minggu tapi satu tahun lebih. Sampai saat ini saja pandemi belum berakhir entah sampai kapan.
Tahun 2020 rasanya tahun terberat yang pernah aku lalui. Bukan karena
masalahku tapi kondisi lingkungan yang memaksakan menerima kenyataan seperti
ini. Belajar di rumah bukanlah perkara gampang. Biayanya mahal dan monoton.
Pandemic merubah banyak hal dalam hidupku aku yang biasanya produktif
sekali kini menjadi pemalas. Aku yang dulu suka akan keramaian kini aku lebih
nyaman saat sendirian berbicara dengan diriku sendiri. Setiap hari hanya di
rumah. Tidak boleh kemana-mana. Keluar rumah harus pakai masker karena satu
dengan lainnya saling mencurigai. Aku merasa bosan tidak ada yang menarik dari keseharianku.
Setiap hari hanya makan, minum, tidur, dan melakukan beberapa aktifitas
tak berarti. Terkadang aku berpikir ingin kembali ke tahun 2019 dimana semua terasa
indah apa daya waktu tidak bisa diputar kembali.
Aku menangis meminta kepada orang tuaku untuk pindah sekolah. Di
pikiranku saat itu jika aku pindah sekolah aku kembali menemukan diriku yang
dulu. Aku bisa kembali semangat untuk membanggakan kedua orang tuaku. Aku bisa
kembali meraih prestasi. Mungkin keputusanku bukanlah keputusan yang terbaik,
apalagi aku mau pindah ke Pondok Pesantren. Aku iri melihat tamanku yang sudah
menjadi hafiz/hafizah. Namun dengan segala alasanku mereka tetap menyuruhku bersabar dan tetap
bersekolah di sini.
Huh……….! Aku
benar-benar bingung. Nilaiku terus menurun karena semangat belajarku yang
hampIr punah. jika aku terus begini aku
bisa jadi apa?.
Seiring berjalannya waktu, kini kami kembali bersekolah walau secara
terbatas. Aku berharap kembali menjadi diriku sendiri. Rasa kangen dengan
teman-temanku terobati, semangatku mulai tumbuh kembali. Harapan hari esok
bersemi untuk menggapai impianku masuk ke SMA paforit.
Rabu, 08 Desember 2021
BERBURU BABI
A.Muhammad Aiman
Sinar mentari pagi menerobos lewat cela jendela rumah dan membangunkanku
pagi itu. Dengan rasa malas aku merangkak turun dari pembaringan dan membuka
jendela. Burung-burung ramai berkicau sekitar rumah. Keriuk pelan dari perutku
mengingatkanku kalau aku belum makan sejak kemarin.
Di hari Minggu ini, adalah hari istimewa bagiku. Aku janjian dengan
teman-teman untuk pergi berburu babi di hutan. Aku bergegas sarapan dan mandi
lalu menunggu teman di teras rumah.
Kanji temanku datang lebih pagi menjemputku. Aku segera mengabil
tombakku dan pergi berboncengan motor..
Di hutan Manggala terletak tak jauh dari perkampungan penduduk. Di
sinilah babi bersarang dan menyerang tanaman petani pada malam hari. Sabenarnya
orang-orang di kampung tidak tega membunuh babi. Tapi karena babi-babi itu
merusak sawah, kebun dan tanaman yang ada di dalamnya, maka bergotong royonglah
penduduk untuk mengusir dan menangkap babi dari hutan itu.
Setelah sampai di pinggiran hutan Manggala, sudah ramai warga yang
datang. Ada yang membawa anjing dan tombak.
Yang tidak punya anjing hanya membawa tombak atau parang. Aku ikut bergabung dengan mereka.
Tepat pukul 08.00 warga pun berpencar. Ada yang menunggu di atas gunung,
ada juga di pinggiran hutan, dan yang punya anjing, langsung masuk ke dalam
hutan untuk mencari sarang babi.
Aku dan Kanji berada di posisi menunggu di pinggir hutan. Sesaat hening kemudian terdengar suara anjing
menggonggong. Aku sudah hafal bagaimana gonggongan anjing yang menemukan babi.
Aku dan Kanji berlari ke arah dari mana suara gonggongan itu berasal. Seekor
babi ukuran sedang lari terbibit-bibit di kejar anjing. Beberapa orang yang
menghadang menancapkan tombaknya. Sang babi mengerang kesakitan. Terkapar
berlumuran darah. Anjing berkerumun mengigit hingga babi tak bergerak lagi.
Salah seorang warga mengusir anjing-anjing yang berkerumum dan babi itu
digantung di atas pohon. Satu ekor berhasil dibunuh.
Aku bersandar di pohon menyekat keringatku. Para pemilik anjing memanggil
anjingnya kembali dengan siulan atau dengan menyebut namanya dan kembali
mencari mangsa berikutnya.
Dari kejauhan terdengar lagi gonggongan seperti sebelumnya. Aku tidak berlari
ke arah gonggongan anjing. Tetapi aku berlari ke arah mana suara rebut-ribut
penghadang babi. Seekor lagi sudah terkapar ketika aku sampai.
Demikian peristiwa serupa terjadi berkali-kali hingga aku tak kuasa lagi
menyaksikan semua pembataian karena kegerahan. Aku duduk bersandar di bawah
pohon sambil menunggu para warga berkumpul.
Setelah pukul 13.00, perburuan dihentikan. Para peserta berkumpul di
persawahan di pinggir hutan dengan membawa babi-babi yang berhasil dibunuh. Dua
belas ekor babi berhasil dibunuh.
Setelah disampaikan pengumuman perburuan berikutnya oleh tetua kampung,
babi-babi itu dibagi-bagi untuk makanan anjing.
Rasa lapar dan letih membuatku buru-buru ingin sampai di rumah.