Senin, 26 November 2012

SEHARI DI BIRA



Bangun pagi, kulihat adik-adikku sibuk berdandan. Aku  malas bangun karena aku tak ikut Shalat Id di  lapangan. Aku datang bulan. ayahku sudah siap dengan setelan baju kok warna putih. Ia memanggil adik-adikku untuk menemaninya sarapan. Aroma ketupak daun pandang memaksaku untuk berdiri menghampiri meja makan. Kulihat ibu masih sibuk di dapur. Dengan rasa malas aku menghampiri ibu untuk membantu melaksanakan tugas pagi.
Kebiasaan pada hari lebaran adalah mengganti seprei dengan yang baru, membersihkan rumah dan menyiapkan makanan special untuk tamu. Beberapa ayam di potong dalam perayaan lebaran kali ini. Tak ketinggalan masakan kesukaanku, opor ayam dan buras.
Hari terasa singgkat. Para jamaah sudah pulang. Ramai keluarga yang datang mengucapkan selamat buat ayah dan ibuku. Mereka berjabat tangan dan berpelukan saling maaf memaafkan. Aku ikut makan bersama tamu yang datang. Aku memang merasa lapar karena kesibukan pagi.
Seseorang mengetuk pintu samping ketika aku duduk menonton televisi. Ternyata Mila tetanggaku berdiri di sama. Aku mengajaknya masuk tapi ia menolak.
:Bagaimana kalau kita ke Bira?” katanya sambil menjabat tanganku.
Aku tak menolaknya. Segera kurapikan meja makan dan pamit pada ibu. Aku berangkat bersama adik dan keponakanku. Semuanya ada 7 orang. Aku memilih duduk di belakang pada mobil bak terbuka itu. Tidak ada pelindung tapi menyenangkan karena angin yang menghembus menyejukkan suasana dan leluasa menyaksikan pemandangan yang indah.
aku duduk dekat Wahyu, temannya sopir sekaligus pacarnya Mila. Ia tidak pernah menoleh padaku. Mungkin karena aku belum kenal dengan dia. Tiba-tiba ia memberiku sebiji permen. Aku tak menolaknya. Segera kuambil dan kumakan.
Pemandangan sepanjang tepian pantai menghilangkan rasa mual karena mabuk darat. Laut dengan pasir putih yang membentang sejauh mata memandang,  pohon nyiur melambai menghadap laut yang tak beriak. kupucingkan mataku karena kilauan cahaya putih mempesona. Angin laut menghembus semilir, laju mobil diperlambat. Aku betul-betul menikmati keindahan ini, membuat suasana damai dalam hati. Tapi... cowok di sampingku belum juga bertutur kata padaku.
Memasuki pintu masuk pantai Bira, laut biru membentang menyambut kami. Rasa gembira di antara rombongan tak terbendung. Kami berlari-lari kecil  ke bungalow dan berdiri menatapi keindahan alam Bira. Seorang turis menghampiriku dan memeluk bahuku. Ia berkata “Hei” aku terkejut dan berlari keparkiran mengambil tasku.
Dengan HP aku buat foto dengan adikku. Beberapa kali kuabadikan kenangan indah ini lalu berjalan menelusuri bibir pantai. Dari jauh terlihat Babana Boat dengan penumpang berteriak-teriak kegirangan.
Lelah berjalan, aku memilih ikut menceburkan diri ke laut. Menikmati panasnya matahari, asinnya air dan dinginnya laut Bira. Aku berperang air dan pasir dengan keponakanku. Aku tinggal berdua karena yang lain masih berjalan—jalan. Kuajak keponakanku Meli untuk belajar berenang. Karena keasyikan aku tak sadar kalau rombonganku ada di sampingku. Wahyu bergabung denganku. Ia mulai ramah.
Wahyu mengajariku bermain bola air. Cukup menyenangkan apa lagi setelah aku sadar kalau aku cuma berdua Wahyu karena ditinggal menjauh teman lainnya. Aku mengajaknya berkenalan mulai bertanya alamat, nama dan tempat tinggalnya.
“Kau bisa berenang” ia mengangguk.
“Kalau begitu ajari aku berenang.”
Dia memegang tanganku dan membiarkanku mengayuhkan kaki. Ketika kucoba untuk lepas dari pegangannya, aku tenggelam. Ia segera menolongku dengan menopangku ke permukaan air. Aku tersipu malu. Selanjutnya ia menyuruhku berpegangan di pundaknya. Aku tertawa cekikikan.
Sambil bersenda gurau Wahyu berkata “Kenapa bebek bisa berenang sedangkan kamu tidak.?” Masa aku dibanding-bandingkan dengan bebek.
Sebagai jawaban, aku menyemprotkan air ke mukanya dan ia membalas padaku.
Suasana jadi berubah ketika teman lainnya mendekat dan menggoda padaku. Aku dan Wahyu cuma tersenyum malu, walau tangannya tak kepas padaku.
Tiga jam bersama dalam air, kami menepi untuk makan bersama.
Ketika hendak naik ke mobil, Wahyu mengajakku kembali duduk dekatnya. Aku tidak menolak. Aku  kembali menoleh sekali lagi melihat keindahan pantai Bira. Hempasan air menerpa pantai.
Dalam perjalanan pulang yang lain  tertidur. Aku mabuk, kepalaku pening. Tinggal aku dan Wahyu yang tak tidur. Wahyu menawarkan pahanya untuk aku tiduri. Aku menurut saja. Aku tertidur pulas hingga aku tak sadar kalau aku sudah sampai di rumah.
Wahyu membangunkanku dengan lembut. Aku tersenyum malu telah numpang tidur di pahanya.
Sebelum aku melompat turun, ia membisikkan padaku “Akankah kita bertemu lagi?”
Aku menjawab dengan anggukan dan senyum. Aku turun dari mobil dan melambaikan tangan padanya. Dalam hatiku berkata “Yah, kita akan bertemu kembali.”

Ilmiani
Kelas IXD SMP Negeri 4 Sinjai Timur
Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar