Bangun pagi, kulihat adik-adikku sibuk berdandan. Aku malas bangun karena aku tak ikut Shalat Id
di lapangan. Aku datang bulan. ayahku
sudah siap dengan setelan baju kok warna putih. Ia memanggil adik-adikku untuk
menemaninya sarapan. Aroma ketupak daun pandang memaksaku untuk berdiri
menghampiri meja makan. Kulihat ibu masih sibuk di dapur. Dengan rasa malas aku
menghampiri ibu untuk membantu melaksanakan tugas pagi.
Kebiasaan pada hari lebaran adalah mengganti seprei dengan
yang baru, membersihkan rumah dan menyiapkan makanan special untuk tamu.
Beberapa ayam di potong dalam perayaan lebaran kali ini. Tak ketinggalan
masakan kesukaanku, opor ayam dan buras.
Hari terasa singgkat. Para jamaah sudah pulang. Ramai
keluarga yang datang mengucapkan selamat buat ayah dan ibuku. Mereka berjabat
tangan dan berpelukan saling maaf memaafkan. Aku ikut makan bersama tamu yang
datang. Aku memang merasa lapar karena kesibukan pagi.
Seseorang mengetuk pintu samping ketika aku duduk menonton
televisi. Ternyata Mila tetanggaku berdiri di sama. Aku mengajaknya masuk tapi
ia menolak.
:Bagaimana kalau kita ke Bira?” katanya sambil menjabat
tanganku.
Aku tak menolaknya. Segera kurapikan meja makan dan pamit
pada ibu. Aku berangkat bersama adik dan keponakanku. Semuanya ada 7 orang. Aku
memilih duduk di belakang pada mobil bak terbuka itu. Tidak ada pelindung tapi
menyenangkan karena angin yang menghembus menyejukkan suasana dan leluasa
menyaksikan pemandangan yang indah.
aku duduk dekat Wahyu, temannya sopir sekaligus pacarnya
Mila. Ia tidak pernah menoleh padaku. Mungkin karena aku belum kenal dengan
dia. Tiba-tiba ia memberiku sebiji permen. Aku tak menolaknya. Segera kuambil
dan kumakan.
Pemandangan sepanjang tepian pantai menghilangkan rasa mual
karena mabuk darat. Laut dengan pasir putih yang membentang sejauh mata
memandang, pohon nyiur melambai
menghadap laut yang tak beriak. kupucingkan mataku karena kilauan cahaya putih
mempesona. Angin laut menghembus semilir, laju mobil diperlambat. Aku
betul-betul menikmati keindahan ini, membuat suasana damai dalam hati. Tapi...
cowok di sampingku belum juga bertutur kata padaku.
Memasuki pintu masuk pantai Bira, laut biru membentang
menyambut kami. Rasa gembira di antara rombongan tak terbendung. Kami
berlari-lari kecil ke bungalow dan
berdiri menatapi keindahan alam Bira. Seorang turis menghampiriku dan memeluk
bahuku. Ia berkata “Hei” aku terkejut dan berlari keparkiran mengambil tasku.
Dengan HP aku buat foto dengan adikku. Beberapa kali
kuabadikan kenangan indah ini lalu berjalan menelusuri bibir pantai. Dari jauh
terlihat Babana Boat dengan penumpang berteriak-teriak kegirangan.
Lelah berjalan, aku memilih ikut menceburkan diri ke laut.
Menikmati panasnya matahari, asinnya air dan dinginnya laut Bira. Aku berperang
air dan pasir dengan keponakanku. Aku tinggal berdua karena yang lain masih
berjalan—jalan. Kuajak keponakanku Meli untuk belajar berenang. Karena
keasyikan aku tak sadar kalau rombonganku ada di sampingku. Wahyu bergabung
denganku. Ia mulai ramah.
Wahyu mengajariku bermain bola air. Cukup menyenangkan apa
lagi setelah aku sadar kalau aku cuma berdua Wahyu karena ditinggal menjauh
teman lainnya. Aku mengajaknya berkenalan mulai bertanya alamat, nama dan
tempat tinggalnya.
“Kau bisa berenang” ia mengangguk.
“Kalau begitu ajari aku berenang.”
Dia memegang tanganku dan membiarkanku mengayuhkan kaki.
Ketika kucoba untuk lepas dari pegangannya, aku tenggelam. Ia segera menolongku
dengan menopangku ke permukaan air. Aku tersipu malu. Selanjutnya ia menyuruhku
berpegangan di pundaknya. Aku tertawa cekikikan.
Sambil bersenda gurau Wahyu berkata “Kenapa bebek bisa
berenang sedangkan kamu tidak.?” Masa aku dibanding-bandingkan dengan bebek.
Sebagai jawaban, aku menyemprotkan air ke mukanya dan ia
membalas padaku.
Suasana jadi berubah ketika teman lainnya mendekat dan menggoda
padaku. Aku dan Wahyu cuma tersenyum malu, walau tangannya tak kepas padaku.
Tiga jam bersama dalam air, kami menepi untuk makan bersama.
Ketika hendak naik ke mobil, Wahyu mengajakku kembali duduk
dekatnya. Aku tidak menolak. Aku kembali
menoleh sekali lagi melihat keindahan pantai Bira. Hempasan air menerpa pantai.
Dalam perjalanan pulang yang lain tertidur. Aku mabuk, kepalaku pening. Tinggal
aku dan Wahyu yang tak tidur. Wahyu menawarkan pahanya untuk aku tiduri. Aku
menurut saja. Aku tertidur pulas hingga aku tak sadar kalau aku sudah sampai di
rumah.
Wahyu membangunkanku dengan lembut. Aku tersenyum malu telah
numpang tidur di pahanya.
Sebelum aku melompat turun, ia membisikkan padaku “Akankah
kita bertemu lagi?”
Aku menjawab dengan anggukan dan senyum. Aku turun dari
mobil dan melambaikan tangan padanya. Dalam hatiku berkata “Yah, kita akan
bertemu kembali.”
Ilmiani
Kelas IXD SMP Negeri 4
Sinjai Timur
Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar