Minggu, 09 Desember 2012

MENCOBA UNTUK SETIA



Pertama kali melihat dia, rasanya biasa saja. Aku akrab lalu bermain bersama, bersendagurau menghabiskan waktu dengannya. Semua berjalan begitu singkat.
Di hari yang cerah, Saat pengumuman kelulusan sekolah aku dan Evan bertemu. Dia baik, Tapi yang  aneh di saat semua bersorak gembira, Evan hanya duduk melamun tak tahu ada apa dengannya. Aku menghampiri Evan yang saat itu sedang duduk di bangku taman sekolah. Aku bertanya kepada Evan. Ada apa. Mengapa melamun?  Ia tak merespon.
Teman mengajakku berkomfoi merayakan kelulusan. Awalnya, Evan tak tertarik tapi karena bujukanku, ia setuju.
Di perjalanan aku berada di belakang sepeda motornya. Saat ia akan mengambil alih pimpinan, tiba-tiba mobil terontong datang dari arah berlawanan. kecelakaan tak dapat dihindarkan.
Terpukul, begitulah keadaanku. Di saat baru mengenalnya beberapa bulan tapi dia meninggalkanku secepat itu dan dengan cara yang menyedihkan. Sampai saat ini aku masih menyalahkan diriku terhadap meninggalnya Evan. “Ya Allah mengapa semuanya berlalu begitu saja? Mengapa Kau mengambil dia, mengapa bukan aku saja?”  Aku Cuma ingat satu pesannya  “Kau harus kuat dan tegar menghadapi semua cobaan walaupun harus merasakan sakit yang amat perih dan kau harus mendapatkan seseorang yang mengerti kamu dan mencintaimu bukan karena ada apanya tapi karena apa adanya.”
Dikelas VIII, aku dipertemukan  cowok yang sifat seperti Evan. Ia mengingatkanku akan semua kenangan-kenangan manis semasa di SD bersama Evan.
Syam namanya.  Dari luarnya tak ada apa-apa. Tapi aku melihat dia dari sisi lain di dalam dirinya yang tidak semua orang dapat memahaminya.
Aku kenal Syam  sejak lama. Tapi hanya sebatas teman saja dan akupun menggapnya hanya sebagai kakak kelas yang harus dihormati. Tapi dia mengungkapkan perasaannya padaku. Awalnya aku menerimanya hanya sekedar ingin tahu tentang dia lebih dekat lagi tapi lama kelamaan aku merasa nyaman dengan kehadirannya baik di sekolah maupun di keseharianku. Ia dapat menjadi teman disaat ku membutuhkan seseorang untuk curhat bahkan mengingatkanku untuk tetap melaksanakan kewajibanku seperti sholat dan belajar.
Kami sadar bahwa sebenarnya cinta yang kami jalani hanyalah cinta monyet tapi kami senang dengan hubungan ini karena membawa keberuntungan tersendiri bagiku. Sejak mengenal Syam. aku jadi berubah. Aku yang dulunya peringkat IV menjadi peringkat III pada semester satu dan peringat II pada semester kedua. Aku sangat berterima kasih atas kehadiran Syam di sisiku karena dapat merubah hidupku dan mengembalikanku pada diriku yang sesungguhnya.
 Tak terasa hubungan yang kami jalani sudah melewati satu tahun. Saat ini aku duduk di kelas IX dan dia sudah meninggalkanku untuk melanjutkan sekolahnya ke SMA.  Tapi aku tak tahu kenapa sejak kami terpisahkan semuanya menjadi berubah. Aku tak bersemangat. Aku merasa rindu bersamanya.
Masalah datang silih berganti menimpa hubungan  kami, badai menerpa, kami mencoba melewatinya dengan penuh rasa sabar. Awalnya ketika Kelas IXD dilebur sementara karena gedung sekolah direhabilitasi dan siswanya disisipkan di kelas lain. aku ditempatkan di kelas IXA yang semua siswanya menerima kedatanganku dengan senang hati.
Tak terkecuali Iwan si anak nakal yang ada di kelas itu. Iwan,  yang selalu mengangguku. setiap hari di kelas ketika guru tak ada. Syam mengetahui masalah itu dan marah kepada Iwan. Akibatnya Syam emosi dan kesal terhadap Iwan. Sebenarnya aku tak menceritakan kepada Syam kalau Iwan sering menggangguku karena tak ingin membuat Syam khawatir dan marah dengan tingkah Iwan yang sangat keterlaluan.
Iwan yang sok jago merasa  tertantang, meminta Syam untuk duel tapi Syam tak ingin menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Dia hanya ingin memberikan pengarahan kepada Iwan agar ia tidak menggangguku.
Iwan tak menerima nasihat Syam. Iwan  melabrak Syam di rumah temannya Rindo. Iwan tiba-tiba memukul Syam yang membuat Syam tidak bisa berkelik untuk tidak meladeni Iwan. Perkelahian pun terjadi. Iwan kalah.
Dua hari setelah kejadian itu,.entah siapa menyampaikan  kepada mamanya Iwan dan juga kepada ibunya Syam.  Mamanya Iwan mendatangi Ibunya Syam dan mengatakan “Kenapa anakmu memukuli anak saya padahal anak saya itu orangnya sabar dan penurut.”
 Ibunya Syam menjawab “Siapa lagi kalau bukan Nurul, pacarnya.”
Mendengar semua itu, aku menjadi sedih. Aku merasa tak bersalah. Yang bisa kulakukan hanya menangis dan menangis. Kesendirian dan ketenangan jadi penghibur diriku.
 Aku mengingat kata-kata Syam yang pernah diucapkan padaku “Ketika  kau merasa tertekan dan sedih maka yang harus kau lakukan adalah sholat, berdoa, dan mengaji.”
Kulakukan apa yang dikatakan Syam, hatiku merasa tentram dan damai. Walau air mata tak henti mengalir, tak kuhiraukan lagi Iwan dan mamanya walau aku merasa tertekan untuk melakukan aktivitas di luar rumah karena aku takut bertemu mamanya Iwan di jalan.  Yang terjadi sekarang adalah ada jarak antara aku dan Syam. Nama baikku dimata ibunya sudah jelek.
Kecapean dan tekanan memaksaku untuk bertemu dengan orang tua Syam dan menjelaskan semuanya. Aku mengatakan kalau aku menjauhi Syam dan takkan lagi mengganggu hidupnya karena kusadari bahwa cinta yang kujalani dengan Syam hanyalah cinta monyet dan aku rela menjadi korban asalkan Ibu bahagia dengan Syam.
Itu pula yang kujelaskan pada Syam. Kalau memang kita berjodoh pasti  akan bertemu nanti. Entah kapan, dimana dan dengan cara apa. Kita harus bersekolah dan mencapai semua cita-cita yang kita impikan Karena hidup mati kita ada di sekolah dan jodoh tak lari kemana. Jadi untuk meredam masalah ini mari merenggangkan hati dan perasaan masing-masing.
Aku kini merasa lega tapi kesepian di ruang kelas yang ramai.  Kusibukkan diriku dengan kegiatan-kegiatan di sekolah yang bermanfaat  buat masa depanku.

Nurul Isna Mawaddah
Kelas IX D SMPN 4 Sinjai Timur
Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar